Ternak Ayam Kampung
Tak dipungkiri lagi, bisnis ternak ayam
kampung jadi salah satu usaha yang menjanjikan dalam beberapa tahun terakhir.
Dari tahun ke tahun, permintaan daging ayam ini selalu naik. Semakin banyak
restoran hingga warung pinggir jalan yang menjual santapan menu ayam
kampung.
Harga karkas ayam kampung juga relatif stabil dibandingkan ayam potong pedaging atau broiler yang kerap kali anjlok di tingkat peternak, terutama di peternak mandiri.
Febroni Purba, mengatakan harga jual ayam kampung lebih mahal karena kualitas dagingnya yang berbeda dengan ayam pedaging broiler. Selain itu, persepsi bahwa daging ayam kampung lebih sehat, membuat konsumsinya di Indonesia terus meningkat.
Jenis ayam kampung
yang tengah populer dibudidayakan peternak di Indonesia yakni ayam kampung
KUB.
"Peternakan ayam
kampung kini semakin diminati tidak hanya dari pendatang baru atau pemula saja
tetapi juga dari peternak ayam broiler," jelas Roni, sapaan akrabnya
kepada Kompas.com, Senin (18/5/2020).
"Ambruknya harga
jual ayam broiler sepanjang tahun 2019 hingga memasuki triwulan tahun 2020,
membuat sejumlah peternak ayam broiler beralih memelihara ayam kampung
berkapasitas 5.000-10.000 ekor," kata dia lagi.
Bicara modal, sambung
Roni, ternak ayam kampung bisa dimulai dari pekarangan rumah. Untuk pemula,
ayam kampung bisa dipelihara di kandang dengan kapasitas mulai dari 300 untuk
peternak pemula.
Menurut Roni, modal
untuk memelihara ayam kampung sebetulnya relatif terjangkau mulai dari anak
ayam (DOC), hingga bisa panen pada umur 70 hari mencapai Rp 29.000-Rp
30.000/ekor dengan berat rata-rata 0,9-1 kg. Apabila ayam kampung dipasarkan
sendiri ke konsumen akhir seperti restoran atau perumahan, harga karkas ayam
kampung tentu lebih menjanjikan.
"Jika memelihara
300 ekor membutuhkan Rp 9 juta. Di luar biaya kandang. Harga jual di pasar bisa
mencapai Rp 50.000/ekor. Pendapatan bisa Rp 10.000-Rp 20.000 per ekor,"
tutur Roni.
Usaha ayam kampung
juga bisa dijadikan usaha sampingan, karena pemberian makan bisa diberikan dua
kali sehari. Bahkan sejumlah peternak cukup sekali saja memberikan pakan dengan
wadah pakan yang lebih besar.
Balik
Modal
Sementara untuk
perhitungan balik modal, Roni mengilustrasikan pemeliharaan ayam kampung
sebanyak 300 ekor dengan modal Rp 9 juta di luar kandang. "Tergantung
memelihara berapa ekor. Misalnya 300 ekor dikalikan Rp 30.000 berarti Rp 9
juta. Kalau memelihara hanya satu periode saja menunggu selama 70 hari maka
satu tahun ada 4 periode," terang Roni.
Perhitungannya, dalam satu periode pemeliharaan dari DOC hingga panen selama 70
hari, per satu ekor ayam diperoleh keuntungan sebesar Rp 10.000. Sehingga
jumlah ayam 300 ekor bisa menghasilkan untung Rp 3 juta, dengan catatan tak ada
kematian selama pemeliharaan.
Risiko kematian karena
penyakit unggas bisa dihindari dengan melakukan vaksinasi pada ayam. Artinya,
dengan perhitungan tersebut, peternak sudah balik modal kurang dari
setahun.
Pasar ayam kampung
juga cukup luas. Selain dijual ke bakul, ayam bisa dijual langsung ke pedagang
ayam potong di pasar. Jika ingin mendapat harga lebih tinggi, peternak bisa
menjualnya langsung ke konsumen akhir dalam bentuk olahan.
"Pertama pasar
tradisional karena di sana. Masyarakat atau konsumen mencari ayam kampung. Tapi
kalau ayam dipotong sendiri kemudian diolah menjadi karkas atau ayam bumbu maka
bisa dijual di supermarket atau jual secara dalam jaringan (online). Harganya
bisa meningkat 20-30%," ungkap dia.
Menurut Roni, ayam
kampung memiliki pasar tersendiri dari ayam potong broiler karena memiliki
peminat tersendiri, terutama bagi mereka yang percaya daging ayam kampung lebih
enak dan menyehatkan karena memang dagingnya relatif lebih rendah kolesterol.
Ini membuat harga ayam kampung tetap stabil meski harga ayam broiler tengah
merosot di pasaran.
"Ayam kampung
tentu lebih unggul dari sisi kualitas nutrisi. Paling tidak kandungan lemak
ayam kampung lebih rendah ketimbang ayam broiler yang kandungan lemaknya sangat
tinggi," ujar dia.
Roni yang juga
mengelola restoran ayam kampung NatChick di Cogrek, Parung, Bogor ini
menuturkan, permintaan ayam kampung yang terus meningkat bisa dilihat saat
pandemi wabah virus corona atau Covid-19. "Proyeksi permintaan ayam lokal
terus meningkat, bisa dilihat dari data statistik ayam lokal yang terus
meningkat dari tahun ke tahun," ucap Roni.
"Apalagi di
tengah kasus Covid-19, terjadi perubahan gaya hidup masyarakat yang ingin lebih
sehat. Kita tahu bahwa paradigma masyarakat bahwa ayam kampung lebih sehat
ketimbang ayam broiler yang kesannya negatif," imbuh dia.
Untuk pakan ayam
kampung, bisa menggunakan pakan ayam broiler pedaging. DOC juga bisa didapatkan
di beberapa peternak pembibit atau dengan membelinya langsung di perusahaan
breeding seperti PT Sumber Unggas Indonesia di Parung, Kabupaten Bogor.
"Untuk
mendapatkan DOC relatif sangat mudah meskipun lokasi penetasan masih
terkonsentrasi di Jawa Barat. Di luar Jawa Barat, sudah ada penetasan ayam
kampung di Jambi dan Bali yang diproduksi oleh PT Sumbe Unggas
Indoenesia," kata Roni.
"Untuk pakan
sampai saat ini disarankan bisa memakai pakan ayam broiler karena kebutuhan
nutrisinya yang tidak terlalu berbeda," tambah dia.
Beberapa risiko usaha
peternakan ayam kampung antara lain penyakit unggas, kemudian harga pakan ayam
yang naik. Risiko penyakit bisa dikurangi dengan vaksinasi dan menjaga
kebersihan kandang. Sementara mahalnya pakan bisa ditekan ditekan dengan
menggunakan ransum pakan racikan sendiri menggunakan sumber lokal seperti
jagung, bekatul, hingga sisa makanan yang terbuang.