Tuesday, December 17, 2019

BUDIDAYA BELUT DI DRUM BAGI PEMULA



BUDIDAYA BELUT DI DRUM BAGI PEMULA

Usaha budidaya belut dengan media di dalam drum adalah salah satu cara mensiasati ketersediaan lahan ketika pemilihan kolam terpal dirasa sangat merepotkan dan harus punya lokasi yang terbuka.
Belut dibudidayakan untuk tujuan konsumsi yang mana sudah tidak asing lagi bahwa banyak masyarakat begitu menyukai aneka olahan dari hewan air yang terkenal licin ini.
Secara langsung membudidayakan belut berarti telah membuka 3 peluang usaha sekaligus yaitu:
·       Beternak belut dan pembibitan
·       Menjual belut siap konsumsi
·       Membuka usaha aneka olahan belut
Cara membudidayakan belut dengan media drum
Pada umumnya beternak belut yang seringkali dijumpai adalah dengan menggunakan media kolam terpal ataupun di sawah.
Secara mendasar cara beternak belut, cara pembibitan serta proses pemijahannya tidak berbeda antara media drum, kolam terpal maupun di kolam sawah hanya saja dari ketiganya memiliki kelebihan dan kekurang dari sektor ketersediaan lahan atau tempatnya.
Persiapan dan peralatan budidaya belut menggunakan drum
Berikut ini adalah beberapa tahap yang perlu dipersiapkan untuk memulai praktek ternak belut dan bahan bahan yang dibutuhkan.
#1 Membuat media yang cocok untuk belut
Media ini sangat berperan penting sebagai tempat tinggal dan pertumbuhan belut mulai bibit hingga siap panen agar tidak mengalami kendala sehingga diupayakan semirip mungkin dengan kondisi di alam liar.
Bahan apa saja yang harus disediakan untuk media ternak belut agar bisa tumbuh dengan bagus dan optimal adalah sebagai berikut:
  •      Tanah Lumpur kering
  •        Kompos
  •        Jerami
  •        Air bebas pencemaran
  •      Mikro organisme
  •      Pupuk TSP
  •     Tanaman eceng gondok
Jerami di letakkan pada bagian dasar drum dengan ketebalan antara 20 hingga 40 cm kemudian disiram secara merata menggunakan bibit mikroorganisme starter di atasnya.
Kompos adalah lapisan berikutnya dengan ketebalan hingga 5 cm yang kemudian di tutup dengan lumpur kering yang sebelumnya telah dicampur bersama pupuk TSP sebanyak kurang lebih 5kg sampai setebal 25 cm.
Alirkan air hingga menggenangi media keseluruhan sampai setinggi kurang lebih 20 cm di atas permukaan lapisan lumpur.
Kemudian tanaman eceng gondok bisa mulai diletakkan sebagai tempat sembunyi serta tumbuhnya mikroorganisme alami lainnya.
BACA JUGA : 1bisnis-ternak-lele-untung-melimpah
                         2.panduan-lengkap-peternak-ikan-lele
#2 Mempersiapkan bibit belut
Perlu diperhatikan bahwa media yang sudah dipersiapkan sebelumnya tadi agar dilakukan pengendapan hingga beberapa hari yang bertujuan agar terjadi fermentasi secara alami.
Untuk mendapatkan media yang sempurna hingga telah ditumbuhi plankton, cacing, serta jentik lainnya, maka ini merupakan pakan alami yang bisa didapatkan setelah media mengendap biasanya sampai 2 minggu.


Barulah bibit belut bisa dimasukkan dan kapasitas untuk media seukuran drum normal maka akan menampung antara 300 hingga 500 ekor bibit belut.
Belut memang memiliki sifat kanibal namun hal ini tidak akan terjadi pada belut yang masih berusia hingga 8  sampai 10 bulan dengan catatan pemberian pasokan pakan tetap terpenuhi.
#3 Perawatan rutin
Untuk perawatan yang paling penting adalah memperhatikan kualitas media nya terutama air.
Bibit belut memiliki pH 5-7, jadi selama masa pertumbuhan akan terjadi perubahan air menjadi basa didalam drum, air basa akan tampak merah kecoklatan, penyebabnya adalah akibat menumpuknya sisa pakan dan meningkatnya kadar amonia.
Jika telah terjadi demikian maka perlu dinetralisir dan sering diukur derajat pH nya secara berkala.
Perhatikan juga suhu air agar bertahan antara 26 sampai 28 derajat celcius. Supaya pertumbuhan bibit belut tidak terganggu karena cuaca alam yang panas, maka penyiraman lingkungan media ternak perlu pula dilakukan sebagai bentuk hujan buatan.
#4 Pemberian pakan
Pemberian pakan yang terjaga dengan baik akan mendukung pertumbuhan bibit belut lebih optimal.
Agar dapat tumbuh dengan cepat dan segera panen, maka pemberian pakan pada bibit belut akan lebih baik jika merupakan pakan segar seperti:
·       Belatung dan siput
·       Cacing tanah
·       Ikan cetol (biasanya di sawah dan parit)
·       Dan jenis anak ikan yang masih berukuran kecil lainnya.
Dalam sehari sebaiknya diberikan pakan sekali saja diwaktu sore menjelang malam karena ini adalah waktu belut sering keluar mencari buruan seperti di alam liar.
Pemberian pellet juga bisa dilakukan sebagai pakan tambahan agar dapat memicu pertumbuhan belut lebih cepat.
Namun jenis pakan tidak alami ini sebaiknya hanya sebagai selingan dan tidak diberikan setiap hari sesuai dengan takaran yang tepat yaitu maksimal 5% dari berat keseluruhan bibit belut yang dimasukkan.
#5 Masa panen belut
Waktu paling tepat memanen belut untuk bahan konsumsi adalah sampai pada usia 4 bulan.
Pada usia ini seekor belut yang tumbuh dengan normal dan sehat akan memiliki berat rata rata sampai 400 gram.
Untuk harga bibit belut rata-rata panjangnya 6-11cm dipasaran djual sekitar Rp.55.000/ kg (isi 75-110 ekor/kg) sedangkan harga jual belut komsumsi 32.000/kg isi 3-5 ekor.
Bagaimana cukup menarik bukan, selain mudah dan bisa memanfaatkan lahan yang terbatas, usaha ternak belut dengan media drum juga menjadi salah satu bentuk usaha rumahan yang sangat menjanjikan sebagai usaha sampingan.
BACA JUGA : 1bisnis-ternak-lele-untung-melimpah
                         2.panduan-lengkap-peternak-ikan-lele DuniaPeternakanSukses.my ChannelYoutube Suryonokokara .

Monday, December 9, 2019

Budidaya Ikan Nila menggunakan Teknik Bioflok


Budidaya Ikan Nila menggunakan Teknik Bioflok 


Pemerintah terus meningkatkan ketahanan pangan dari sektor perikanan. Terkini, Pemerintah mengembangkan budidaya ikan nila dengan teknologi sistem bioflok. Teknologi tersebut telah sukses diterapkan untuk budidaya ikan lele yang dimassalkan di berbagai pesantren di Indonesia.
Kepala Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi Supriyadi mengatakan, ikan nila dipilih untuk sebagai komoditas lanjutan sistem bioflok, karena nila termasuk kelompok herbivora. Sehingga proses pembesarannya lebih cepat.
Selain itu, ikan nila juga mampu mencerna flok yang tersusun atas berbagai mikroorganisme, yaitu bakteri, algae, zooplankton, fitoplankton, dan bahan organik sebagai bagian sumber pakannya. Itu menguntungkan dalam budidaya di kolam.
Budidaya ikan nila sistem bioflok memiliki sejumlah keunggulan, seperti meningkatkan kelangsungan hidup (survival rate/SR) hingga lebih dari 90 persen dan tanpa pergantian air. Air bekas budidaya juga tidak berbau, sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan.
“Hal ini dikarenakan adanya mikroorganisme yang mampu mengurai limbah budidaya menjadi pupuk yang menyuburkan tanaman,” ungkap Supriyadi pekan ini di Sukabumi, Jawa Barat.
Keunggulan lainnya adalah Feed Conversion Ratio (FCR) atau perbandingan antara berat pakan dengan berat total (biomass) ikan dalam satu siklus periode budidaya mencapai 1,03. Artinya 1,03 kg pakan menghasilkan 1 kilogram ikan Nila.“(Itu lebih efisien) jika dibandingkan dengan pemeliharaan di kolam biasa FCR-nya mencapai angka 1,5,” tuturnya.
Masih ada empat keunggulan lainnya, yaitu padat tebar ikan mencapai volume 100-150 ekor/m3 atau 10-15 kali lipat dibanding dengan pemeliharaan di kolam biasa yang hanya 10 ekor/m3.
Sistem bioflok juga mampu meningkatkan produktivitas hingga 25-30 kg/m3 atau 12-15 kali lipat jika dibandingkan dengan di kolam biasa yaitu sebanyak 2 kg/m3. Keempat, waktu pemeliharaan lebih singkat, dengan benih awal yang ditebar berukuran 8-10 cm, selama 3 bulan pemeliharaan.“Benih tersebut mampu tumbuh hingga ukuran 250-300 gram per ekor, sedangkan untuk mencapai ukuran yang sama di kolam biasa membutuhkan waktu 4-6 bulan,” tambahnya.
Terakhir, Supriyadi menyebutkan, ikan nila sistem bioflok lebih gemuk karena hasil pencernaan makanan yang optimal. Dan komposisi daging atau karkasnya lebih banyak, serta kandungan air dalam dagingnya lebih sedikit. Secara bisnis, budidaya ikan nila juga sangat menguntungkan karena harganya cukup baik dan stabil di pasaran yaitu Rp22 ribu/kg.
Supriyadi mengingatkan, dalam pemeliharaan ikan Nila sistem bioflok, yang perlu dijaga adalah kandungan oksigen yang larut di dalam air. Hal itu, karena oksigen disamping diperlukan ikan untuk pertumbuhan juga diperlukan oleh bakteri untuk menguraikan kotoran atau sisa metabolisme di dalam air. Pada ikan nila, kadar oksigen terlarut (DO) di dalam media sebaiknya dipertahankan minimal 3 mg/L.
“Saya mengingatkan agar teknologi bioflok di masyarakat bisa dikawal oleh UPT-UPT (unit pelaksana teknis) dan para penyuluh agar tidak keliru menerapkannya, juga harus diterapkan secara benar sesuai kaidah-kaidah cara budidaya ikan yang baik seperti benihnya harus unggul, pakannya harus sesuai standar SNI, parameter kualitas air seperti oksigen juga harus tercukupi,” pungkasnya.
Ramah Lingkungan
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, pengembangan teknologi sistem bioflok untuk ikan nila dilakukan melalui kerja sama dengan peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Teknologi tersebut dipilih, karena diakui sebagai teknologi yang ramah lingkungan.
Keberhasilan teknologi sistem bioflok untuk ikan nila, menunjukkan Pemerintah terus berinovasi mencari teknologi yang efektif dan efisien, dalam penggunaan air, lahan dan mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Walau sudah menemukan teknologi tepat guna untuk ikan nila, Slamet menyebut Pemerintah tak akan berhenti untuk melakukan inovasi. Terlebih, fenomena perubahan iklim, penurunan kualitas lingkungan global, dan pertambahan penduduk terus menjadi tantangan bersama yang tidak bisa dihindari.
“Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan sehingga mau tidak mau harus diantisipasi, karena secara langsung akan berdampak pada penurunan suplai bahan pangan bagi masyarakat,” tuturnya.
Oleh karena itu, Slamet meminta semua pelaku perikanan budidaya terus mengedepankan penggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dalam pengelolaan usaha budidaya ikan yang berkelanjutan.
Penerapan budidaya nila sistam bioflok ini didorong dikembangkan di daerah-daerah terpencil, perbatasan dan potensial, guna membangun ketahanan pangan. Pengembangan juga akan dilaksanakan di pesantren-pesantren dan kelompok masyarakat lainnya.
“Teknologi bioflok ini akan terus didorong agar diterapkan terhadap berbagai komoditas dan berbagai daerah, sehingga menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Apalagi, saat ini produk Nila di beberapa daerah menjadi sumber gizi yang digemari, bahkan seperti di Papua dan Lombok pada umumnya,” jelanya.
Seiring dengan penertiban keramba jaring apung (KJA) di perairan umum seperti danau, waduk dan lainnya, dia optimis bahwa teknologi ini dapat menjadi solusi bagi pembudidaya ikan di sana yang tidak bisa lagi melaksanakan produksi. Dengan bioflok, para pembudidaya diharapkan bisa pindah ke daratan dan melakukan budidaya ikan nila seperti di danau atau waduk.
Untuk Pesantren

Untuk memasyarakatkan teknologi bioflok, Pemerintah Indonesia menjadikan pesantren di berbagai daerah sebagai lokasi pengembangan untuk budidaya perikanan tersebut. Dengan cara tersebut, ke depan diharapkan produksi ikan, khususnya lele bisa meningkat secara nasional dan akan membantu suplai bahan pangan ikan nasional.
“Kita punya tanggung jawab moral untuk membangun pesantren, bukan hanya secara ekonomi saja, namun juga bagaimana turut serta dalam meningkatkan kualitas SDM yang ada. Dengan mulai memperkenalkan ikan sebagai sumber pangan bagi mereka, kita ingin generasi muda di lingkungan pondok pesantren lebih cerdas dengan mulai membiasakan mengkonsumsi ikan,” ungkap dia.
Untuk itu, KKP pada tahun ini menyalurkan bantuan kepada 7 pesantren, 12 kelompok pembudidaya dan 2 lembaga pendidikan di 16 provinsi yang mencakup wilayah perbatasan RI seperti Belu (Nusa Tenggara Timur), Sarmi dan Wamena (Papua), Nunukan (Kalimantan Utara).
Khusus untuk ikan lele di pesantren, Slamet memperkirakan akan ada 78.500 santri yang terlibat, yang diharapkan menggerakan perekonomian di pondok pesantren dan yayasan.
Dukungan ini diharapkan mampu memproduksi ikan nila sebanyak 370,8 ton/siklus atau 1.452 ton, dengan keekonomian sebesar Rp21,78 miliar/tahun, dengan prediksi tenaga kerja mencapai 1.030 orang.


DuniaPeternakanSukses.my ChannelYoutube Suryonokokara .